JOMBANG, LintasDaerah.id – Sentra Kuliner Kabupaten Jombang kembali menjadi sorotan. Bukan karena geliat ekonomi UMKM-nya, melainkan lantaran konflik pengelolaan antara dua kelompok masyarakat yang saling mengklaim memiliki hak atas lahan parkir di sekitar pedagang kaki lima (PKL).
Masalah ini kembali mencuat ke permukaan setelah adanya hearing terbuka antara perwakilan Pemuda Jombatan dan DPRD Kabupaten Jombang yang dihadiri Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disdagrin) dan Kepalainas Perhubungan Kabupaten Jombang, Rabu (16/7/2025).
Karang Taruna yang mengatasnamakan Pemuda Jombatan Bersatu selama enam bulan terakhir telah bersinggungan dengan pengelola Sentra Kuliner Jombang, Spekal (Serikat Pedagang Kaki Lima).
Sebelumnya pihak Spekal dan Pemuda Jombatan Bersatu telah berdiskusi di Kantor Disdagrin Jombang pada Selasa (17/6/2025).
Namun pertemuan tersebut belum mendapatkan hasil akhir yang dapat disepakati kedua belah pihak, hingga akhirnya dilakukan hearing dengan DPRD Jombang yang bertempat di ruang rapat Komisi B dipimpin langsung Anas Burhani sekaligus dihadiri anggota Komisi B dan Ketua DPRD Kabupaten Jombang, Hadi Atmaji.
Ketua DPRD Jombang, Hadi Atmaji mengatakan, berdasarkan Surat Keputusan (SK) Bupati Jombang, pengelolaan parkir dan penarikan retribusi di Jombang Kuliner belum diperbolehkan hingga satu tahun masa appraisal.
“SK Bupati tidak memperbolehkan adanya retribusi PKL dan tidak boleh ada penarikan parkir. Kalau sekarang ada yang narik, itu berarti sudah menyalahi aturan. Baru setelah setahun, pengelolaan bisa melalui mekanisme lelang resmi yang dilakukan Disdagrin,” tegas Hadi.
Ia menyebut, semua pemasukan dari parkir maupun retribusi PKL semestinya masuk ke Pendapatan Asli Daerah (PAD), bukan menjadi rebutan kelompok-kelompok tertentu.
“Jangan sampai Sentra Kuliner yang notabene dibangun dengan dana APBD dijadikan ajang rebutan. Ini milik masyarakat, bukan kelompok,” lanjutnya.
Sementara itu, perwakilan Pemuda Jombatan Bersatu yang juga Ketua Karang Taruna Lingkungan Geneng, Sugiarto, meluapkan aspirasinya karena selama ini warga sekitar belum pernah benar-benar dilibatkan dalam pengelolaan kawasan tersebut.
“Kami di sini karena asas keadilan. Kami merasa tidak pernah dilibatkan dalam pembicaraan, padahal kami tinggal di sekitar lokasi. Kami hanya ingin kejelasan dan keterlibatan yang adil,” ujar Sugiarto.
Ia juga mengeluhkan, mediasi yang pernah dilakukan sebelumnya cenderung sepihak tanpa kehadiran pemerintah sebagai penengah. Oleh karena itu, pihaknya mengapresiasi DPRD Jombang yang akhirnya memfasilitasi forum terbuka.
“Kami merasa terwakili dalam hearing ini. Setidaknya pemerintah hadir sebagai mediator, bukan hanya kelompok-kelompok yang saling mengklaim,” tambahnya.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disdagrin) Kabupaten Jombang, Suwignyo, menyebut, kelompok Spekal memang sempat ditunjuk untuk mengelola operasional Jombang Kuliner melalui penunjukan langsung dari Bupati.
Namun demikian, ia menegaskan, pengelolaan operasional termasuk pengaturan teknis parkir dan penarikan iuran dalam masa appresial satu tahun ini bukan merupakan kewenangannya.
“Kalau soal teknis lapangan, silakan itu dibicarakan oleh mereka. Kami hanya memfasilitasi agar kedua belah pihak bisa duduk bareng. Tapi secara prinsip, sesuai SK Bupati, sekarang belum boleh ada pungutan,” jelas Suwignyo.
Ia menambahkan, jika konflik terus berlarut, tidak menutup kemungkinan pihaknya akan mempercepat proses lelang pengelolaan kawasan tersebut. Namun langkah itu tetap harus dikaji dari aspek legalitas.
“Jika permasalahan ini berlarut-larut, bisa saja kami mepercepat (proses lelang) tetapi tentu saja kami akan mengkaji kembali secara hukum, hal ini boleh atau tidak. Karena mengacu pada SK,” papar Suwignyo.
Konflik yang memanas ini diharapkan bisa mereda setelah semua pihak menyadari, kawasan Jombang Kuliner dibangun dengan tujuan memberdayakan UMKM dan menciptakan ruang usaha yang nyaman dan berkeadilan.
Ketua DPRD Jombang mengajak semua pihak untuk menahan ego dan mengedepankan semangat gotong royong.
“Sebagai Ketua DPRD, saya berdiri di semua kelompok masyarakat. Mari kita berpihak pada tujuan semula didirikannya Sentra Kuliner yaitu untuk masyarakat, bukan untuk rebutan,” tegas Hadi.
Selagi masa apprasial belum selesai, pengelolaan parkir dan PKL di Jombang Kuliner harus tetap mengacu pada regulasi. Gratis adalah harga yang sah untuk saat ini, hingga mekanisme hukum menetapkan pengelola baru melalui proses yang transparan dan adil.
Namun sayangnya, berdasarkan penelusuran tim LintasDaerah.id, sejumlah pedangan kaki lima yang berjualan di Sentra Kuliner Jombang setiap harinya diwajibkan membayar retribusi sebesar Rp5 ribu.
“Bayar kalau jualan saja Rp5 ribu. Kalau tidak jualan ya tidak bayar,” ucap salah satu pedagang Kaki Lima di Sentra Kuliner Jombang.
Sementara itu, tarif parkir yang dulunya dipatok Rp2 ribu, usai kabar ini mencuat, penarikan parkir kini seikhlasnya.(*)