JOMBANG, LintasDaerah.id – Sedekah Dusun Kwijenan, Kelurahan Jelakombo, Kecamatan Jombang kembali digelar meriah tahun ini. Acara tahunan yang selalu dinantikan warga ini berlangsung penuh kekeluargaan, diwarnai doa bersama untuk leluhur, makan tumpeng massal, dan pertunjukan seni tradisional.
Namun di balik kemeriahan tersebut, perhatian publik justru tertuju pada minimnya kontribusi dari pihak Kelurahan Jelakombo. Dari total 416 tumpeng yang disiapkan oleh warga secara swadaya, pihak kelurahan hanya menyumbang satu tumpeng.
Hal itu disampaikan langsung oleh Lurah Jelakombo, Antin Sukma Utami dalam sambutannya di acara yang digelar di Makam Kwijenan, Jumat siang (25/7/2025).
“Semua biaya acara ini berasal dari masyarakat sendiri. Kalau tadi totalnya 416 tumpeng berarti ditambah 1, karena Kelurahan Jelakombo menyumbang satu tumpeng,” ucapnya.
Pernyataan tersebut sontak memunculkan tanda tanya di kalangan masyarakat, terutama mengingat acara ini berlangsung cukup besar dan menghadirkan ribuan warga.
Saat awak media mencoba menanyakan alasan di balik minimnya partisipasi dari pihak kelurahan, Antin Sukma enggan memberikan keterangan lebih lanjut.
Sementara itu, Ketua Panitia Sedekah Dusun Kwijenan, Sutrisno menjelaskan, seluruh dana yang digunakan untuk kegiatan berasal dari murni swadaya masyarakat, dengan total terkumpul Rp37,8 juta.
“Tujuan acara ini adalah kirim doa untuk para leluhur. Kita sebagai anak cucu ingin mendoakan mereka yang telah mendahului kita,” ungkapnya.

Acara sedekah dusun turut dihadiri Sekretaris Daerah Kabupaten Jombang, Agus Purnomo, yang hadir mewakili Bupati Jombang, Warsubi. Dalam sambutannya, Sekda menyampaikan apresiasi atas kekompakan masyarakat dalam menjaga tradisi leluhur.
“Sedekah dusun ini bukan hanya doa untuk leluhur, tapi juga menjadi momen mempererat silaturahmi antarwarga,” ujar Agus.
Ia juga menyerahkan bantuan uang kepada panitia sebagai bentuk dukungan pribadi dari Pemkab Jombang.
Setelah doa bersama dan makan tumpeng, masyarakat diperbolehkan membawa pulang makanan yang masih tersisa.
Pada malam harinya, acara dilanjutkan dengan pertunjukan wayang kulit, karawitan, dan campursari dari grup Wahyu Laras pimpinan Ki Bambang Herman, menambah kemeriahan dan nilai budaya dalam rangkaian kegiatan.
Sedekah dusun Kwijenan menjadi simbol semangat gotong royong warga. Namun, momen ini juga menjadi pengingat pentingnya sinergi antara masyarakat dan pemerintah setempat dalam menjaga warisan budaya, baik dalam bentuk dukungan moral maupun material.(*)