Legenda & MitosReligi

Perbedaan Malam 1 Suro dan 1 Muharram: Jangan Sampai Salah Kaprah!

×

Perbedaan Malam 1 Suro dan 1 Muharram: Jangan Sampai Salah Kaprah!

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi perbedaan malam 1 Suro dan 1 Muharram (Foto dibuat dengan AI)
Ilustrasi perbedaan malam 1 Suro dan 1 Muharram (Foto dibuat dengan AI)

LintasDaerah.id – Malam 1 Suro dan 1 Muharram ternyata serupa tapi tak sama, yang melibatkan Budaya Jawa dan ketaatan umat Muslim.

Setiap memasuki tahun baru, sebagian masyarakat Indonesia sering bingung membedakan antara malam 1 Suro dan 1 Muharram.

Keduanya memang kerap jatuh pada waktu yang bersamaan, tapi sebenarnya malam 1 Suro dan 1 Muharram punya latar belakang, makna, dan tradisi yang berbeda.

Nah, biar nggak salah kaprah, yuk bahas perbedaan malam 1 Suro dan 1 Muharram dengan bahasa yang ringan tapi tetap informatif.

Asal Usul: Kalender Jawa vs Kalender Islam

Pertama-tama, perlu diketahui bahwa 1 Muharram adalah bagian dari kalender Hijriah, yaitu sistem penanggalan umat Islam yang berdasarkan peredaran bulan.

Kalender Hijriah resmi digunakan umat Muslim di seluruh dunia. Tanggal 1 Muharram menandai awal tahun baru Islam.

Sementara itu, malam 1 Suro berasal dari kalender Jawa, yaitu sistem penanggalan yang digunakan secara turun-temurun oleh masyarakat Jawa.
Sultan Agung dari Mataram atau dikenal dengan julukan Ams Rangsang adalah sosok di balik terbentuknya kalender Jawa. Munculnya kalneder Jawa diperkirakan terjadi sekitar abad ke-17.

Sultan Agung menggabungkan unsur budaya Jawa lama, yang kental dengan pengaruh Hindu-Buddha, dengan penanggalan Hijriah, sehingga terciptalah kalender Jawa Islam yang unik dan khas.

Baca Juga  Doa Menyembelih Hewan Kurban untuk Orang Lain di Hari Idul Adha: Bacaan dan Tata Caranya

Jadi, meskipun tanggal 1 Suro dan 1 Muharram sering bertepatan, asal usul keduanya berasal dari sistem penanggalan yang berbeda.

Kalender Hijriah adalah murni sistem Islam, sedangkan kalender Jawa adalah hasil perpaduan antara budaya Jawa dan Islam.

Makna dan Nuansa yang Berbeda

Menilik dari makna dan nuansanya, 1 Muharram diperingati sebagai hari besar umat Islam. Momen ini digunakan untuk berdoa, bermuhasabah atau introspeksi diri, dan memperbaiki niat dalam menjalani tahun yang akan datang.

Biasanya banyak umat Muslim membaca doa akhir tahun dan doa awal tahun pada malam pergantian Muharram. Ada juga yang menjalankan puasa sunnah di bulan Muharram, terutama pada tanggal 10 Muharram yang disebut sebagai Hari Asyura.

Sementaara itu, masyarakat Jawa mengenal malam 1 sebagai waktu yang sakral dan penuh aura mistis.

Banyak orang Jawa percaya, malam ini adalah waktu di mana alam gaib sedang sangat aktif, sehingga berbagai ritual spiritual dilakukan untuk mendapatkan ketenangan batin dan perlindungan.

Masyarakat biasanya mengadakan berbagai ritual dari mulai tirakatan, tapa bisu, mandi bunga tujuh rupa, atau bahkan memilih tidak keluar rumah dan tidak mengadakan acara penting seperti pernikahan.

Baca Juga  Sejarah Hari Tani Nasional yang Jarang Dibahas

Dengan kata lain, 1 Muharram lebih bernuansa religius Islami, sedangkan 1 Suro lebih bernuansa spiritual-budaya khas Jawa.

Meskipun sama-sama digunakan untuk refleksi diri, cara memaknainya bisa sangat berbeda tergantung dari sudut pandang keagamaan atau kebudayaan.

Perbedaan Tradisi Malam 1 Suro dan 1 Muharram

Umat Islam di Indonesia biasanya menyambut 1 Muharram dengan kegiatan keagamaan seperti pengajian, zikir bersama, doa bersama di masjid, hingga pawai obor.

Anak-anak pun ikut merayakan momen ini sebagai bagian dari pembelajaran tentang nilai-nilai Islam.

Di sisi lain, malam 1 Suro sering diperingati dengan ritual budaya Jawa yang khusyuk dan cenderung hening.

Salah satu tradisi terkenal adalah kirab pusaka keraton yang diadakan di Yogyakarta dan Solo.
Dalam tradisi ini, benda-benda pusaka peninggalan raja dikeluarkan dan diarak keliling kota dalam suasana sunyi dan penuh makna.

Ada juga tradisi tapa bisu, yaitu berjalan tanpa mengeluarkan suara sepanjang rute kirab, sebagai bentuk pengendalian diri.

Beberapa masyarakat juga melakukan ritual mandi kembang untuk membersihkan diri secara spiritual, atau bahkan memilih untuk berdiam diri di rumah sambil melakukan renungan batin.

Sementara itu, beberapa daerah mempercayai malam 1 Suro dianggap waktu yang “wingit” atau sakral, sehingga banyak orang yang menghindari bepergian jauh atau melakukan hajatan.

Baca Juga  Bangga! Kafilah MTQ Jombang Raih Peringkat 7 di Ajang MTQ Jawa Timur 2025

1 Mauharram dan 1 Suro Serupa tapi Tak Sama

Salah satu alasan kenapa malam 1 Suro dan 1 Muharram sering dianggap sama adalah karena jatuh di tanggal yang berdekatan atau bahkan sama.

Tapi seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, keduanya berasal dari sistem kalender yang berbeda. 1 Muharram adalah tahun baru Islam secara global, sedangkan 1 Suro adalah tahun baru versi masyarakat Jawa.

Meskipun waktunya berdekatan, makna, cara merayakan, dan tujuannya jelas berbeda. Kesalahpahaman ini wajar, tapi sebaiknya kita mulai mengenali perbedaannya agar tidak keliru dalam memahami makna spiritual maupun budaya dari masing-masing peringatan.

Dua Tradisi, Dua Makna, Sama-Sama Berharga

Malam 1 Suro dan 1 Muharram memang sering disamakan, tapi keduanya punya akar dan makna yang berbeda. 1 Muharram adalah hari suci umat Islam yang menandai tahun baru Hijriah, sedangkan 1 Suro adalah momen penting dalam budaya Jawa yang sarat nilai spiritual dan mistik.

Memahami perbedaan malam 1 Suro dan 1 Muharram dengan baik bisa menghargai kekayaan budaya lokal tanpa melupakan nilai-nilai agama. Keduanya sama-sama mengajak untuk merenung, memperbaiki diri, dan menyambut tahun baru dengan hati yang bersih.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *