Yuk Linda

Sepatu Glinding Siap Tanding, Aturannya Malah Bikin Pusing

×

Sepatu Glinding Siap Tanding, Aturannya Malah Bikin Pusing

Sebarkan artikel ini
ilustrasi olahraga sepatu glinding (sepatu roda).

Sore itu, angin sepoi-sepoi belum sempat mengusir debu dari halaman rumah Yuk Linda, ketika Mbok Semok datang dengan wajah lebih kusut dari jemuran kehujanan.

Bukan karena belum ngopi, tapi karena kabar dari Kadipaten Njomplang yang rasanya lebih pahit dari ampas kopi itu sendiri.

“Yoook…” seru Mbok Semok, langsung duduk di dipan kayu. “Iki lho, anak’e Mbok Satiyem… batal melu Pokajo! Padahal wis lolos seleksi, latihan bareng, malah wis ngukur sepatu glinding anyar.”

Yuk Linda berhenti nyapu. Gagang sapu langsung jadi sandaran beban hidup. “Lhaaa, piye to ceritane? Bukannya daftar atlet Pokajo wis rampung?”

“Iyo. Dari 11 nama, tujuh dicoret. Salah siji yo anak’e Satiyem. Katanya… karena ketua Porsegli, si Pak No, nggak seneng ambek bocahe.”

Baca Juga  Parkir Kuda dan Sapi Rasa Emas

“Halaah…” gumam Yuk Linda sambil duduk di kursi bambu. “Iki olahraga sepatu glinding opo lomba adu sentimen, Mbok?”

Katanya, yang masuk daftar baru justru anak’e Yu Prap yang suka nyumbang dana gede ke Porsegli. Bukan soal prestasi, tapi siapa yang bawa nasi.

Sedihnya lagi, para orang tua nggak dikabari alasan pencoretan. Tahu-tahu nama anaknya lenyap begiti saja dari daftar. Gak ada angin, gak ada ucapan maaf. Persis kayak gorengan di meja pas tamunya banyak.

Mbok Semok mengangguk lirih. “Mbok Satiyem sampek kepikiran pindah kadipaten. Katanya, biar anaknya bisa ngrasakke kompetisi beneran. Wis latihan ket cilik, atusan medali kompetisi numpuk, eh giliran ajang resmi malah digebuk aturan rasa pribadi.”

Baca Juga  Sepatu Putih Kinclong Sang Patih

Yuk Linda menarik napas dalam. “Kadipaten Njomplang kuwi emang lucu. Sepatu glindingnya mengkilap, tapi hatinya lecet. Giliran rakyat sing serius, malah disisihkan. Giliran punya link dan logistik, langsung diloloske.”

Di warung, di lumbung, bahkan di kandang sapi, cerita ini jadi bahan gunjingan. Pokajo yang mestinya ajang bangga-banggaan kadipaten, malah terasa seperti panggung keluarga besar yang sedang mengatur siapa tampil, siapa minggir.

“Lha iyo, Mbok,” lanjut Yuk Linda,
“kalau begini caranya, Porsegli mending ganti nama. Bukan Persatuan Olahraga Sepatu Glinding Kadipaten Njomplang, tapi… Porsegli: Persatuan Orang Seneng Pungli.”

Baca Juga  Geser-geser Tumenggung, Muncul Geng Jokripik

Mereka berdua tertawa getir, dan getirnya tak bisa diseduh bersama kopi maupun the.

Sambil mengaduk teh, Yuk Linda menatap jalan depan rumah yang sepi. “Kasihan anak-anak itu, Mbok. Latihan meluncur zig-zag bertahun-tahun, tapi giliran mau panen, malah dijegal ladang sebelah. Prestasi kalah karo kedekatan. Medali impian tergelincir… bukan karena lawan kuat, tapi karena sistemnya yang licin.”

Yuk Linda mencolek pundak Mbok Semok, pelan.
“Kalau semua bisa dibeli, buat apa ada seleksi?” (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *