SURABAYA, LintasDaerah.id – Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa akhirnya buka suara usai diperiksa maraton selama delapan jam oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (10/7/2025).
Pemeriksaan itu terkait pusaran kasus dugaan korupsi pengelolaan dana hibah APBD Pemprov Jatim tahun anggaran 2021–2022, yang kini menyeret sejumlah pejabat daerah.
Pantauan di lapangan, Khofifah tiba di Markas Polda Jawa Timur sekitar pukul 09.50 WIB, dengan mobil Toyota Innova hitam nopol W-1149-YS. Ia sengaja masuk melalui pintu belakang Gedung Tribrata, menghindari sorotan awak media.
Proses pemeriksaan dimulai pukul 10.00 WIB dan baru rampung sekitar pukul 18.22 WIB. Ketika akhirnya muncul di hadapan wartawan, Khofifah memberikan pernyataan singkat.
“Alhamdulillah hari ini saya hadir untuk memberikan keterangan sebagai saksi atas beberapa tersangka dalam kasus pengurusan dana hibah,” ucapnya.
Khofifah menegaskan telah membeberkan semua informasi yang diminta penyidik KPK, termasuk soal struktur pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemprov Jatim periode 2021–2024, serta detail alur penyaluran dana hibah.
“Enggak banyak sebenarnya (pertanyaannya), tapi kalau soal struktur OPD, satu pertanyaan bisa panjang jawabannya. Karena harus menyebutkan nama lengkap para kepala dinas, kepala badan, kepala biro, dan jumlahnya banyak sekali,” ungkapnya.
Lebih jauh, Khofifah bersikeras bahwa penyaluran dana hibah oleh Pemprov Jatim sudah berjalan sesuai aturan hukum.
“Materi pertanyaan seputar proses penyaluran dana hibah. Saya pastikan semua prosedur yang dijalankan Pemprov sudah sesuai aturan,” tegas mantan Menteri Sosial RI tersebut.
Sejauh ini, Khofifah belum mengonfirmasi apakah dirinya akan kembali dipanggil untuk pemeriksaan lanjutan. Namun, kehadirannya sebagai saksi menandai babak penting dalam penyidikan kasus dugaan korupsi hibah yang disalurkan kepada sejumlah kelompok masyarakat (pokmas) di Jawa Timur.
Kasus ini menjadi sorotan publik lantaran nilai dana hibah yang digelontorkan Pemprov Jatim pada periode 2021–2022 terbilang fantastis, dengan penerima hibah tersebar di berbagai daerah. Sejumlah pejabat kini telah berstatus tersangka, memunculkan dugaan bahwa praktik bancakan dana hibah dilakukan dengan sistematis. (*)